Tuesday 28 June 2016

P80) Ekspresi

Dirimu sudah terbiasa menilai seolah engkau tahu segalanya. Di balik ekspresi kaku tanpa aksara, terselindung seribu satu makna. Pernahkah engkau bertanya, jaringan nelangsa apa yang berselirat di dalam jiwa? Tidak pernah, malah engkau mengaju andaian celaka menghunus atma.

Aku juga sudah lali, dengan tuduhan menyakitkan hati. Meski tidak dicaci maki,pedihnya itu menghiris hati. Mungkin aku yang tidak mengerti dan tidak mampu tuk memenuhi, impian dan harapan yang dipateri bersama segunung janji yang tinggi.

Biarkanlah aku bersendiri diam tanpa reaksi.

Lalu,
Engkau mulai berkata "Riak wajahmu seperti tiada apa-apa seolah tiada sebarang rasa".

Monolog dalaman mulai didendangkan bersama irama mengusik jiwa. Disini aku berdiri namun tanah tidak dijejaki, barangkali aku mulai bicara di dalam mimpi bersendiri.
Engkau hanya menilai riak wajahku, sedang hatiku bergelojak laju. Pelbagai perkara berlari-lari, berlenong-lenong di jemalaku. Gelak tawa aku paksakan untuk menyembunyi segala kesedihan. Tingalkanlah aku berseorangan, ku takmahu membawa malang kepada teman.

Maka, segala tawa dan ilaian, terus dilagukan bersama paksaan bersalut kepalsuan.

Ellshazraa, 28 Jun 2016

P79) MONOLOG 28JUN

Sepanjang galur perjalananku diharung pelbagai onak dan liku. Membawa aku ke rimba perburuan mencari-cari makna kehidupan. Mengapa aku sering merasakan hadirku tidak membawa ketenangan sebaliknya sering dipersalahkan mencampak mereka ke lembah penderitaan.

Mungkinkah jasadku ini makin hari diselubung benci, mengundang gerimis di tengahari. Aku lali ditikam nyali, terasa kebal menepis caci. Biarku hidup masih bernadi walau hakikat hatiku mati.

Tiada pantas merasa bahagia mungkin derita tiada sudah, tiada siapa untuk dipersalah, malah jalan itu aku yang memlilihnya.Marhaen lemah. Tiada daya menongkah arus seksa membara. Tidak kukuh atma kalah dengan hasutan fatamorgana dunia yang dusta.

Meski berjermang aku menuju hatimu tetap ku jatuh tertunduk kaku. Sememangnya aku homosapien yang tulu, punya peluang namun diam seribu. Tiada aksara bisa menggambar tingkahku, lidahku kelu tuk membantah qalam mu. Yang tajamnya bukan sekadar merobek hatiku bahkan disiat ditikam sembilu.

Setiap nukilanku bertemankan pena yang sentiasa berdansa dengan hasrat memuntahkan rasa yang tersisa didalam jiwa. Mungkin kenal aku siapa, manusia yang hidup bertemankan tinta berdarah. Tidak akan berhenti ia melakar rasa serta mimpi-mimpi ngeri membaham harapan yang indah.

Futur ini menguasai aku sepenuhnya. Tiada lagi daya tuk berpaling dan bangkit semula lantas melupakan segala sengsara. Aku keliru tuk menilai semua ceritera. Apakah mereka atau akukah yang terlalu ambalela? Warkah demi warkah aku coret dengan sabar menyusun abjad-abjad membentuk suatu kisah fantasi seorang gadis tak berguna dengan pena dan tinta berdarah celaka.

Biarkan percikan darah mencemari setiap insan bernyawa. Asal kau dekat bersama maka sedialah tuk dinodai tinta sialan namun penuh keikhlasan dalam bait aksara picisan tanpa noktah. Asal kau tahu di ketika aku menggarap puisi-puisi derita, darah tersimbah memarak nyalaan api yang membakar jiwa, hingga tiba saat air memadamkan bara, debu berterbangan tiada tinggal meski satu daripadanya. Usah kau cari lagi cebisan-cebisan hati yang berkecai kerna duka.

Puisi nan indah bertukar menjadi bait sajak celaka.
Ellshazraa, 
28 Jun 2016
Copyright 2019 Reserved to ELLSHAZRAA